"SINGGAH KI DISINI ABSEN BOSS.....!!

"SINGGAH KI DISINI ABSEN BOSS.....!!

SEKRETARIAT ALUMNI UNIKA ATMAJAYA MAKASSAR

SEKRETARIAT ALUMNI UNIKA ATMAJAYA MAKASSAR

Rabu, 22 Desember 2010

I La Galigo sebagai Warisan Budaya Dunia

RABU, 15 DESEMBER 2010 | 19:03 WITA | 695 HITS

I La Galigo sebagai Warisan Budaya Dunia
Memori Sawerigading, Memory of the Bugis
undefined
DI UNHAS. Suasana pada seminar I La Galigo sebagai warisan budaya dunia yang digelar di kampus Unhas, Tamalanrea, Selasa, 14 Desember.
ALANGKAH besar pohon arak, tetapi di mana letak buahnya? Alangkah besar tradisi Bugis, tapi di mana letak tuahnya? Mungkin di I La Galigo

TEPUK tangan bergemuruh dalam ruangan yang cukup luas itu di gedung Ipteks, kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Tamalanrea, Selasa, 14 Desember. Pantun yang diucapkan ahli kebudayaan yang juga Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Dr Mukhlis Paeni itu terdengar seperti sebuah kritikan pedas.

Untungnya dia masih menyisipkan kalimat “Mungkin di I La Galigo” sehingga ada kesan masih ada harapan untuk kita membanggakan kebudayaan di Sulsel.

Pagi itu, mereka yang merasa peduli dengan warisan budaya memang sedang berkumpul di lantai dua Gedung Ipteks mengikuti seminar nasional I La Galigo sebagai Warisan Budaya Dunia.

Banyak tokoh yang hadir. Misalnya Prof Taufik Abdullah (anggota MOW Indonesia yang juga sejarawan), serta Prof Dr Jan Sopaheluwakan (Ketua MOW UNESCO Komite Indonesia). Tampak juga beberapa guru besar dan dosen Unhas seperti Prof Dr Mahmud Tang, Prof Dr Rafi Tang, dan Ketua Pusat Kebudayaan Unhas Nunding Ram. Termasuk Pembantu Rektor I Unhas, Prof Dadang S.

Bagi Mukhlis Paeni, karya budaya Sulsel harus didorong untuk diperkenalkan di dunia internasional. Salah satunya I La Galigo. Menurut dia, I La Galigo sebagai warisan dunia punya arti sangat penting.
Salah satunya bahwa karya budaya Sulsel ini mendapat penghargaan internasional. “Ini pekerjaan besar mengusulkan I La Galigo sebagai warisan budaya dunia. Dan tahun ini, selain I La Galigo, kita juga mengusulkan ke organisasi UNESCO, Babat Diponegoro dan seni tradisi ma’yong dari Kepulauan Riau,” kata Mukhlis.

Bagi Mukhlis, I La Galigo sangat penting artinya. Terutama saat ini dimana kita memasuki era ekonomi kreatif dan industri budaya. Kebudayaan telah menjadi salah satu mata tambang yang baru untuk dikelola menjadi sebuah industri demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Dengan pengajuan I La Galigo, secara otomatis milik Sulsel ini akan menjadi milik dunia. I La Galigo memang memiliki potensi besar. Begitu banyak cerita di dalamnya,” jelas Mukhlis.

Namun kata dia, progres atau perjalanan masih sangat panjang sebelum I La Galigo betul-betul mendapat pengakuan dunia sebagai warisan budaya dunia. Masih harus terus dihangatkan termasuk lewat berbagai seminar.

Sementara pembicara asal Belanda, Sirtjo Koolholf, mengatakan, untuk menghidupkan I La Galigo, bisa juga dengan membuat kisahnya dalam bentuk sinetron atau film. “Sebelum menjadi memory of the world sebaiknya I La Galigo menjadi memory of the Bugis dulu,” kata dia mengingatkan.

Andi Akhmar, dosen sastra daerah Unhas, yang menjadi salah satu peserta seminar nasional ini mengatakan, I La Galigo sebuah kekayaan besar negeri ini. Makanya, harus bisa diketahui seluruh warga Indonesia. “Ini harus diperkenalkan sejak dini. Mulai anak taman kanak-kanak, sudah harus mengenal I La Galigo,” usul Mukhlis.

Namun, lanjut Mukhli, perlu ada trik khusus. Salah satunya dikemas dalam bentuk cerita komik atau film animasi. “Ini agar anak-anak bisa mengerti cepat. Tidak mungkin anak-anak membaca naskah lontarak. Anak-anak senangnya seperti Naruto (sebuah film animasi anak-anak yang disiarkan televisi swasta, red), atau komik Jawa. Yang pasti, harus dipikirkan I La Galigo mau diapakan. Jangan sampai bergerak secara elitis,” kata Akhmar.

Mengenai usulan ini, Mukhlis mengaku sangat sepakat. Apalagi kata dia, sejak awal I La Galigo memang sudah dibuat sebagai sebuah opera. “Jadi kenapa tidak? Luar biasa I La Galigo itu. Ada beberapa unsur di dalamnya yang bisa menjadi opera dan lain sebagainya,” lanjut Akhmar.

Sekretaris Provinsi Sulsel, HA Muallim, yang membuka seminar ini mengatakan, I La Galigo merupakan kebanggaan Sulsel. Dan ia berharap rasa bangga sebagai keturunan Sawerigading bisa dipertahankan karena sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada kesempatan ini, Muallim juga mengungkapkan beberapa kegelisahannya soal kebudayaan di Sulsel. Termasuk mulai terkikisnya budaya berbahasa daerah. (amiruddin@fajar.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar